.

SELAMAT DATANG DI BLOG BLOGGER 5

Senin, 05 Mei 2014

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BANGSA



1.  PARADIGMA BERMASYARAKAT
a.     Pengertian Pancasila dan Paradigma
       
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskertapanca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

Paradigma secara sederhana dapat diartikan sebagai kerangka pikir untuk melihat suatu permasalahan. Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi, Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita  dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.


b.    Pancasila sebagai paradigma pembangunan

Untuk mencapai tujuan hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai pada sila-sila Pancasila.

Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.

Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan, artinya pancasila berisi anggapan-anggapan dasar yang merupakan kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemamfaatan hasil-hasil pembangunan nasional.   Misalnya :
a.       Pembangunan tidak boleh bersifat  pragmatis, yaitu pembangunan itu tidak hanya mementingkan tindakan nyata dan mengabaikan pertimbangan etis. 
b.      Pembangunan tidak boleh bersifat ideologis, yaitu secara mutlak melayani Ideologi tertentu dan mengabaikan manusia nyata. 
c.       Pembangunan harus menghormati HAM, yaitu pembangunan tidak boleh mengorbankan manusia nyata melainkan menghormati harkat dan martabat bangsa. 
d.      Pembangunan dilaksanakan secara demokratis, artinya melibatkan masyarakat sebagai tujuan pembangunan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan mereka.
e.       Pembangunan diperioritaskan pada penciptaan taraf minimum keadilan sosial, yaitu mengutamakan mereka yang paling lemah untuk menghapuskan kemiskinan struktural.  Kemiskinan struktural, adalah kemiskinan yang timbul bukan akibat malasnya individu atau warga Negara, melainkan diakibatkan dengan adanya struktur-struktur sosial yang tidak adil.
      
·         Makna Pembangunan Nasional
Adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi aspek politik, ekonomi, soaial dan budaya, dan Hankam untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam aline IV Pembukaan UUD 1945.

·         Hakekat Pembangunan Nasional
Adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia pada umumnya.  Wujud manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas dan trampil, berbudi luhur, berakhlak mulia, desiplin, sehat jasmani dan rohani, bertanggung jawab, dan mampu membangun diri dalam rangka membangun bangsanya.





·         Tujuan Pembangunan Nasional
Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana yang termaktub dalam alinea ke-empat pembukaan UUD 1945 dalam rangka mencapai  masyarakat Indonesia yang adil dan makmur lahir dan batin berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara kesatuan RI dan lingkup pergaulan internasional yang merdeka dan berdaulat.
Tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945, adalah :
            1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
                Indonesia.
            2. Memajukan kesejahteraan umum.
            3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
            4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan,  kemerdekaan,
    perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

c.      Pancasila dalam pembangunan
Bangsa Indonesia yang telah memilih Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara perlu secara terus-menerus menyadari bahwa Pancasila harus tetap menjadi moral perjuangan bangsa dalam mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Yang dibangun itu adalah manusia dengan berbagai aspek kehidupannya termasuk pembangunan poleksosbudhankam tanpa harus mengorbankan hak dasar manusianya (hidup, bebas, dan merdeka).
Pancasila bukan saja berperan sebagai alat ukur tentang baik atau buruknya kebijaksanaan serta pelaksanaan pembangunan di semua bidang. Akan tetapi, Pancasila sekaligus sebagai alat bagi pelaksanaan pembangunan melalui pengamalan dan penghayatan nilai-nilai luhurnya. Dengan demikian, Pancasila menjadi sumber inspirasi, penggerak dan pendorong dalam pembangunan, pengaruh dan sumber cita-cita pembangunan, sumber ketahanan nasional dan pembimbing moral semua pihak yang terkait dalam tingkatan operasional sampai unit terkecil pada pembangunan nasional.
Pembangunan di Indonesia tidak akan memenuhi sasaran, jika tidak didorong dan dituntun oleh Pancasila sebagai pandangan hidup yang di dalamnya terkandung nilai-nilai yang luhur. Oleh sebab itu, watak dan moral harus selalu berada di depan dan menjadi faktor utama dalam membimbing dan memberi arah pada segala kemampuan dan potensi modal, akal pikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikerahkan dalam melaksanakan pembangunan.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan berarti Pancasila harus dijadikan sebagai sumber nilai, asas dan kerangka pikir dalam menentukan arah dan tujuan pembangunan nasional. Keberhasilan pelaksanaan pembanngunan akan memiliki dampak dan tuntutan-tuntutan baru bagi kehidupan bangsa dan negara. Faktor yang paling menentukan dalam upaya pembangunan adalah manusia sebagai pelaksana dan bagian dari perwujudan rencana-rencana pembangunan. Pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan harus selalu diilhami dan dibimbing oleh moral Pancasila sebagai sistem nilai sampai pada tingkat operasional unit terkecil dalam pembangunan nasional Indonesia. Karena tujuan pembangunan itu adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (manusia Indonesia), sudah selayaknya program pembangunan itu dimusyawarahkan (dibicarakan bersama) sesuai dengan keinginan bersama melalui badan musyawarah (MPR, DPR). Pembangunan tidak hanya dapat dinikmati oleh kelompok/golongan tertentu atau hanya di kota-kota besar saja, melainkan harus dinikmati pula oleh rakyat kecil dan desa-desa yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara ini. Tentunya diiringi dengan prioritas pembangunandi bidang kesejahteraan sosial, politik, dan hukum atau sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat, baik di kota maupun di desa.
Hal ini dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Jadi, dalam pembangunan nasional, harus ada keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, serta keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dan mengjar kebahagiaan akhirat. Pembangunan kehidupan manusia dan masyarakat yang serba selaras adalah tujuan akhir dari pembangunan nasional, yaitu mencapai “Masyarakat maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila”.





2.     PARADIGMA BERBANGSA

a.     Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia
1.      Pancasila yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Repu- blik Indonesia 1945 adalah dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2.       Pancasila sebagai dasar negara merupakan cita negara (staatsidee) sekaligus cita hukum (rechtsidee) bagi NKRI, berfungsi konstitutif dan regulatif bagi kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI harus bersumber dari Pancasila.
3.      Segala peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a)      Mengakomodasi kepentingan dan aspirasi seluruh masyarakat, bukan untuk kepentingan orang perorang maupun kelompok tertentu
b)      Berlandaskan nilai moral, adat-istiadat dan hukum yang berlaku;
c)      Mencegah eksklusivisme kedaerahan
d)     Memperkokoh wawasan kebangsaan dan persatuan Indonesia dalam NKRI
e)      Pengambilan keputusan dilaksanakan secara musyawarah seluruh komponen bangsa untuk mencapai mufakat
f)       Mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.      Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kedaulatan ada di tangan rakyat. Rakyat memiliki hak untuk menyampaikan aspirasinya, rakyat mematuhi segala ketentuan yang telah menjadi kesepakatan bersama. Implementasi kedaulatan rakyat dan pelaksanaan hak asasi manusia tidak bertentangan dengan prinsip dan nilai budaya bangsa.
5.      Pancasila adalah dasar falsafah (filosofische grondslag), sebagaimana dikemukakan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pancasila berisi konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kebenaran serta dijadikan landasan bagi kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

6.      Pancasila berisi konsep yang merupakan kebenaran dan tidak terbantahkan. Konsep tersebut di antaranya bahwa :

a)      Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia dan seluruh alam semesta dalam keadaan saling keterikatan dan ketergantungan.
b)      Tuhan menetapkan hukum yang ketat dalam mengatur eksistensi, pertumbuhan dan perkembangan makhluk ciptaan-Nya. Di antara makhluk ciptaan Tuhan, manusia didudukkan sebagai khalifatullah.
c)      Setiap makhluk diciptakan sesuai kodrat, martabat dan harkat, serta dalam mengembangkan eksistensi dan kelestariannya berjalan secara proporsional, dengan tetap memelihara keselarasan, keserasian dan keseimbangan kehidupan secara harmonis.
d)     Tuhan menganugerahi manusia dengan kemampuan dan kebebasan berfikir, berperasaan, berkemauan untuk berkarya dengan penuh tanggung jawab.
7.      Pancasila mengandung prinsip religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas, yang menjadi jati diri bangsa dan dirumuskan dalam sila :
a)      Ketuhanan Yang Maha Esa
b)      Kemanusiaan yang adil dan beradab
c)      Persatuan Indonesia
d)     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
e)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai wawasan nasional (national insight) bersifat komprehensif dan sila-silanya saling menjiwai secara sinergik.
8.      Pancasila merupakan perwujudan suara hati nurani rakyat Indonesia, yang juga merupakan dambaan dan tuntutan ummat manusia pada umumnya, di antaranya:
a)      Kemerdekaan, bebas dari penjajahan, penindasan dan eksploitasi oleh pihak asing.
b)      Bebas mengeluarkan pendapat, bebas dari kemiskinan, bebas memeluk agama, dan bebas untuk merdeka dalam mewujudkan kehidupan bersama yang lebih baik.
c)      Kesetaraan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya serta keamanan nasional.
d)     Pengakuan terhadap kehidupan pluralistik, ditinjau dari segi etnisitas, suku, agama, bahasa, budaya, adat-istiadat dan berbagai kepentingan.
9.      Pancasila menjadi pengikat atau ligatur (cultural bond) dan wadah kemajemukan bangsa ditinjau dari segi kesukuan, budaya, adat-istiadat, agama, aliran kepercayaan, dan kepentingan untuk mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika.
10.  Pancasila memiliki konsep dasar kekeluargaan, kebersamaan dan persa- tuan, sehingga menolak faham fundamentalistik dan radikalistik dari individual- isme, liberalisme, kapitalisme, imperialisme, materialisme dan sebagainya.
11.  Pancasila merupakan ideologi nasional menjadi bintang pemandu atau Leitstern dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara, meliputi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya serta keamanan nasional untuk :

a)      Mencapai cita-cita nasional yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dan
b)      Melaksanakan tugas negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
12.  Pancasila menjadi moral bangsa, pola fikir, pola sikap dan pola tindak warga negara Republik Indonesia mencerminkan konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila, antara lain :
a)      Segala sikap dan perilaku warganegara dilandasi prinsip mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b)      Setiap warganegara dapat mengendalikan diri dalam menentukan sikap, tingkahlaku dan perbuatan yang mengutamakan kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi atau golongan.
c)      Setiap warganegara merasa malu terhadap sikap, tingkahlaku dan perbuatan yang tidak terpuji, berani mengakui kesalahan sendiri serta mengakui kebenaran pihak lain.
d)     Bangsa Indonesia bertujuan mewujudkan kebenaran, kebaikan dan keadilan secara jujur dan penuh tanggung jawab.

b.    Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). IPTEK pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreatifitas rohani manusia. Unsur jiwa (rohani) manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia yang berhubungan dengan intelektualitas, rasa merupakan hubungan dalam bidang estetis dan kehendak berhubungan dengan bidang moral (etika).
Atas dasar kreatifitas akalnya itulah maka manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu tujuan yang esensial dari IPTEK adalah semata-mata untuk  kesejahteraan umat manusia. Dalam masalah ini pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai bagi pengembangan IPTEK demi kesejahteraan hidup manusia. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab dari sila-sila yang tercantum dalam pancasila.
Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang sistematis haruslah menjadi sistem etika dalam pengembangan IPTEK. 
1.      Sila Ketuhanaan Yang Maha Esa.
Sila ini mengklomentasikan ilmu pengetahuan, menciptakan sesuatu  berdasarkan pertimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK  tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau tidak. Sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagi pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya (T.Jacob, 1986).
Contoh perkembangan IPTEK dari sila ketuhanan yang maha esa adalah ditemukannya teknologi transfer inti sel atau yang dikenal dengan teknologi kloning yang dalam perkembangannya pun masih menuai kotroversi. Persoalannya adalah terkait dengan adanya “intervensi penciptaan” yang semestinya dilakukan oleh Tuhan YME. Bagi yang beragama muslim, pada surat An-naazi’aat ayat 11-14 diisyaratkan adannya suatu perkembangan teknologi dalam kehidupan manusia yang mengarahkan pada kehidupan kembali dari tulang belulang. “apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?”, mereka berkata “kalau demikian itu adalah suatu pengembalian yang merugikan”. Sesungguhnya pengembalian itu hanya satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi”.
2.      Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK haruslah bersifat beradab. IPTEK adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu pengembangan IPTEK harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan manusia. IPTEK bukan untuk kesombongan, kecongkakan dan keserakahan manusia namun harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia. 
3.      Sila Persatuan Indonesia
Mengklomentasikan universal dan internasionalisme (kemanusiaan) dr sila-sila lain. Pengembangan IPTEK diarahkan demi kesejahteraan umat manusia termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan IPTEK hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
4.      Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Artinya mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis. Artinya setiap orang haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK. Selain itu dalam pengembangan IPTEK setiap orang juga harus menghormati dan menghargai kebebasan oranglain dan harus memiliki sikap terbuka. Artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori-teori lainnya.
Contoh dalam kasus ini adalah ketika santer beredar kabar mengenai akan dibangunnya reaktor nuklir di Indonesia. Beramai-ramai seluruh aliansi dari berbagi daerah memberikan pernyataan pro atau kontranya mereka terhadap rencana pembangunan ini. Bahkan melalui jejaring sosial facebook muncul gerakan TOLAK PEMBANGUNAN REAKTOR NUKLIR di INDONESIA. Hal seperti inilah yang seharusnya menjadi bahan permusyawarahan  bagi para elit politik beserta rakyatnya sehingga mencapai suatu kebijakan yang bijaksana demi kemaslahatan bangsa Indonesia sendiri. 
5.      Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Contoh dari sila kelima ini adalah ditemukannya varietas bibit unggul padi Cilosari dari teknik radiasi. Penemuan ini adalah hasil buah karya anak bangsa. Diharapkan dalam perkembangan swasembada pangan ini nantinya akan mensejahterakan rakyat Indonesia dan memberikan rasa keadilan setelah ditingkatkannya jumlah produksi sehingga pada perjalanannya rakyat dari berbagai golongan dapat menikmati beras berkualitas dengan harga yang terjangkau.
c.      Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
d.    Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
(1)     Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2)  Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

e.      Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
·         Nilai toleransi
·         Nilai transparansi hukum dan kelembagaan
·         Nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata)
·         Bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).

f.      Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
1.      Adanya perlindungan terhadap HAM,
2.      Adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan
3.      Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD termasuk perubahannya, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila - sila Pancasila dasar negara).


3.     PARADIGMA BERNEGARA
a.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi

Ketika gelombang gerakan reformasi melanda bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan yaitu menata kembali kehidupan berbangsa, bernegara demi terwujudnya masyarakan madani yang sejahtera. Para elit politik memanfaatkan gelombang reformasi demi meraih kekuasaan, sehingga tidak mengherankan jika banyak terjadi perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan yaitu antara lain peristiwa amuk masa di Jakarta, tangerang, solo, jawa timur, Kalimantan serta daerah lainnya.

Kondisi ekonomi semakin memperihatinkan ironisnya kalangan elit politik serta para pelaku politik lainnya seakan tidak bergeming dengan jeritan kemanusiaan tersebut. Namun demikian dibalik berbagai macam keterpurukan bangsan Indonesia masih tersisa satu keyakinan yaitu nilai-nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan Negara dalam suatu sistim Negara dibawah nilai-nilai pancasila, buka menghancurkan dan membubarkan bangsa dan Negara Indonesia. Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering diteriakan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri oleh karna itu reformasi  harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bngsa Indonesia nilai-nilai pancasila itulah yang merupakan paradigm reformasi total tersebut.
1.      Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat yaitu dampak kerisis ekonomi asia terutama asia tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah terlebih lagi merajalelanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai dasar moral etik bagi Negara dan aparat pelaksana Negara, dalam kenyataanya digunakan sebagai alat  Legitimasi  politik, semua kebijaksanaan dan tindakan penguasa meng atasnamakan Pancasila, bahkan kebijaksanaan dan tindakan yang bertentangan diistilahkan sebagai pelaksanaan pancasila yang murni dan konsekuen. Keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya presiden soeharto tanggal 21 mei 1998 kemudian disusul dengan dilantiknya wakil presiden prof.Dr.BJ.Habibie mengggantikan kedudukan presiden kemudian diikuti dengan pembentukan cabinet reformasi pembangunan. Politik tahun 1985 kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang  menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu di wujudkan UU anti monopoli, UU pesaingan sehat, UU kepailitan, UU usaha kecil, UU Bank Sentral, UU perlindungan konsumen, UU perlindungan buruh dan lain sebagainya, ( Nopirin, 1998: 1 )
a.       Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang secara harfiah bermakna suatu gerakan untuk mengformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format pada bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat ( Riswanda, 1998 ).
Oleh kmarna itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Suatu gerakan reformasi dikerjakan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan orba banyak terjadi suatu penyimpangan misalnyan asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi dan korupsi. Yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.
2.      Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara Indonesia.
3.      Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka structural tertentu (dalam hal ini UUD ) sebagai kerangka acuan reformasi.
4.      Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kea rah kondisi serta keadaan yang lebih baik.
5.      Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa

b.      Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa sehingga kedudukan pancasila sebagai sumber nilai dikabulkan dengan praktek kebijaksanaan pelaksanaan penguasa Negara. Oleh karna itu gerakan reformasi harus tetap diletakan dalam kerangka prospektif pancasila sebagai landasan dan cita-cita ideologi ( Hamengkubuwono X, 1998 : 8 )

Pada hakikatnya pancasila harus  berdasarkan nilai-nilai, secara rinci sebagai berikut :
1.      Reformasi yang berketuhanan yang maha esa, yang berarti bahwa suatu gerakan kea rah perubahan harus mengarah peda suatu kondisi  yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai makhluk tuhan.
2.      Reformasi kemanusiaan yang adil dan beradab, yeng berarti bahwa reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai martabat manusia yang beradab.
3.      Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus menjamin tetap tegaknya nagara dan bangsa Indonesia.
4.      Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan sebab justru permasalahan dasare gerakan reformasi adalah pada pringsip kerakyatan.
5.      Fisi dasar reformasi harus jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.







2.      Pancasila Sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum.

Dalam Negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum  tata Negara disebut staatsfundamentalnorm dalam Negara Indonesia staatsfundamentalnorm termasuk intinya tidak lain adalah pancasila. Maka pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berfikir, sumber nilai, serta sumber arah penyusunan dan perubahan hokum positif di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berfungsi sebagai paradigm hukum terutama dalam kaitannya dengan berbagai macam upaya perubahan hukum atau pancasila harus merupakan paradigm dalam suatu pembaharuan hukum. Oleh karna itu agar hokum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hokum harus senantiasa diperbaharui agar actual atau keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dan dalam pembaharuan hokum yang terus menerus tersebut pancasila harus tetap sebagai kerangka berfikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.
Sumber hokum meliputi dua macam pengertian
1.      Sumber formal  hokum yaitu sumber hokum ditinjau dari bentuk dan tatacara penyusunan hukum yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya UUD, Permen, Perda.
2.      Sumber Material Hukum, yaitu suatu sumber hokum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum ( Darmodiharjo, 1996 : 206 ).


3.      Yuridis Reformasi Hukum

Dalam wacana reformasi hukum dewasa ini bermunculan bwrbagi pndapa yang pada taraf tertentu Nampak hanya luapan emosional yang meninggalkan aspek konsepsional.dalam uaya refoemasi hokum dewasa ini  telah banyak dilontarkan berbagai macam pendapat tenang aspekaasaja yank dapat dilakkan akan dilaukan dalam prubahan hokum di Indonesia, bahkan telah banyak usulan untuk perlunya  amandemen atau kalau perlu erbahan scara meneluruhterhsdap pasal2 uud 1945. Hal ini berasarkan pada suatu knyataan bahwa u 1945 beberapanpssal nyan dalam praktek penyelengaraan Negara berifat berwayuh arti (ulti interpretebel ). Dan memberikan porsi kekuasaan yg sangat besar. Presinden (Excekutif heavy) akibatnya hokum dalam Negara Republik Indonesia diakui berdasarkan banyaknya spirasi yg berkembang. Cenderung terhadap adanya amandemen terhadap pasal pasal UUD bkannya peubahan secara menyeluruh (Mahfud, 1999:56).  Perubahan terhadap seluruh Pasl UUD 1945 maka hal itu tidak akan menyangkut perubahan terhadap pembukaan UUD 1945,  karena pembukaan UUD 1945 yang berkedudukan sebaga pokok kaidah Negara yang fundamental, merupakan sumber hokum positif, memuat pancasila sebagai dasar filsafat pancasila serta terlekat pada kelangsungan hidup Negara proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh karena itu perubahan terhadap UUD 1945 adalah suatu revolusi dan sama hal nya dengan menghilangkan eksitensi bangsa dan Negara Indonesia atau dengan perkataan lain sama hal nya dengan pembukaan Negara Indonesia.
            Berdasarkan isi yang terkandung dalam penjelasan UUD 1945 menciptakan pokok – pokok pikiran yg di jabarkan dalam pasal – pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok – pokok pikiran tersebut merupakan kebatinan dari UUD dan merupakan Cita – cita hokum dasar tidak tertulis (konvensi). Oleh karena itu seluruh perubahan atau produk hokum di Indonesia harus didasarkan pada pokok – pokok pikiran tersebut yang hakikatnya merupakan cita – cita hokum dan merupakan esensi dari sila – sila pancasila.
            Selain itu dasar Yuridis sebagai paradigm reformasi hokum adalah Tap No. XX/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegak hokum yang harus senantiasa bersumber pada nilai – nilai pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang – undangan yg bersumber pada nilai – nilai pancasila.


4.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
            Dalam suatu Negara betapa pun baik nya suatu peraturan perundang – undangan namun tidak disertai dengan jaminan pelaksanaan hokum yang baik niscaya hokum reformasi hokum akan menjadi sia – sia belaka. Dalam era reformasi pelaksanaan hokum baru didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasar nya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi Negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikat nya formal (sebagai Negara hokum moral) harus melindungi hk – hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa (sila I dan II). Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap hak – hak dasar filosofi Negara.
            Reformasi pada hakikatnya untuk mengembalikan Negara pada kekuasaan rakyat (Sila ke IV). Negara adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan Negara maka dalam pelaksanaan hokum harus mengembalikan Negara pada supermasi hokum yang didasarkan atas kekuasaan yang berada pada rakyat bukan pada kekuasaan perseorang atau kelompok. pelaksanaan hokum pada masa reformasi ini harus benar – benar dapat mewujudkan Negara demokrasi dengan suatu supermasi hokum. Artinya pelaksanaan hokum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (Sila ke V). Dalam suatu Negara yaitu keseimbangan antara hak dan wajib bagi setiap warga Negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etinitas maupun agama. Setiap warga Negara bersama kedudukannya dimuka hokum dan pemerintah (UUD  Pasal 27).


5.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
            Landasan aksiologis (sumber nilai) bagi system politik indosesia adalah sebagai mana terkandung dalam deklarasi bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 Alenia IV yang berbunyi “…..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu UUD 1945 Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu sususan Negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai demokrasi politik sebagai mana dalam nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai fondasi bangunan Negara yang dikehendaki oleh para pendiri Negara kita dalam kenyataan tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai -  nilai tersebut dalam realisasinya baik pada masa orde lama maupun orde baru Negara mengarah pada praktek otoritarisme yang mengarah pada porsi kekuasaan yang terbesar pada presiden.
Nilai demokrasi politik tersebut secara normative terjabarkan dalam pasal UUD 1945 yaitu :
·         Pasal 1 ayat 2 menyatakan :
Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya majelis permusyawaratan rakyat
·         Pasal 2 ayat 2 menyatakan :
Majelis pemusyawaratan rakyat terdiri atas anggota anggota dewan perwakilan rakyat, ditambah dengan utusan – utusan dari daerah – daerah dan golongan – golongan, menurut aturan yang di tetapkan UU.
·         Pasal 5 ayat 1 menyatakan :
Presiden memegang kekuasaan membentuk UUD dengan persetujuan DPR
·         Pasal 6 ayat 2 menyatakan :
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak.
Hal ini bila mana di pahami secara harfiah akan menimbulkan interpretasi negative oleh karena itu harus dipahami berdsarkan semangat dari UUD 1945 yang merupakan eksensi pasal – pasal itu :
1.      Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara.
2.      Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh majelis pemusyawaratan rakyat.
3.      Presiden dan Wakil presiden dipilih oleh Majelis Pemusyawaratan Rakyat dan karena nya harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis Majelis pemusyawaratan rakyat.
4.      Produk hokum apapun yang dihasilkan oleh presiden, baik sendiri maupun bersama – sama lembaga lain, kekuatannya dibawah Majelis pemusyawaratan rakyat ataupun produk – produknya.
Prinsip – prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam pancasila maka kedaulatan tertinggi Negara adalah ditangan rakyat. Rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan  Negara. Oleh karena itu paradigm ini harus merupakan dasar pijak dalam reformasi politik.






b.    Pancasila Paradigma Kehidupan Kampus
Pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pembangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.

Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia.

Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama. Pembangunan yang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahasiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.

Implementasi nilai- nilai Pancasila di kehidupan kampus
1.      Ketuhanan yang Maha Esa
·                     Di dalam kampus fise jam-jam untuk kuliah sudah diatur sedemikian rupa sehingga, jam kuliah tidak mengganggu jam untuk beribadah.
·                     Mahasiswa baru diwajibkan untuk mengikuti pelatihan ESQ ( emotianal spiritual quetion )
·                     Selain itu di universitas juga terdapat UKM ( Unit Kegiatan Mahasiswa) yang menjadi wadah berkumpulnya mahasiswa yang berbeda agama. Misalnya saja perkumpulan mahasiswa Budha, Kristen Protestan, Katolik, Islam dan Hindu.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
Mahasiswa terdiri dari berbagai macam latarbelakang budaya agama, ras dan suku bangsa, tetapi dalam perbedaan itu, mereka bersatu dalam kebersamaan. Di dalam tidak ada suatu pembedaan antara orang per orang
3.      Makna Sila Persatuan Indonesia
Makna persatuan hakikatnya adalah satu, yang artinya bulat tidak terpecah. Jika persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern sekarang ini, maka disebut nasionalisme. Nasionalisme adalah perasaan satu sebagai suatu bangsa, satu dengan seluruh warga yang ada dalam masyarakat.
Contoh dalam kampus melalui organisasi kemahasiswaan mahasiswa membentuk suatu jaringan perkumpulan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu bukti ada sikap dan upaya untuk menjalin rasa kebersamaan diantara para mahasiswa sebagai bagian dari pemuda Indonesia.
4.      Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijakanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang diambil secara bulat. Apabila pengambilan keputusan secara bulat itu tidak bisa tercapai, baru diadakan pemungutan suara. Kebijakan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan itu memang bermanfaat bagi kepentingan orang banyak.
Contohnya di kampus baik dikalangan dosen, senat, dan mahasiswa mereka menerapkan suatu kebiasaan untuk melakukan musyawarah dan diskusi bersama terkait dengan berbagai hal. Dari hal ini menunjukkan adanya penerapan sila ke-4 dalam Pancasila.
5.      Makna Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai karya orang lain. Jadi seorang itu bertindak adil apabila orang  memberikan sesuatu orang lain sesuai dengan haknya, misalnya seseorang berhak memperoleh X, sedangkan ia menerima X, maka perbuatan itu adil.
Contohnya di kampus setiap mahasiswa yang telah memenuhi syarat berhak untuk mengikuti ujian akhir semester dan berhak memperoleh nilai sesuai dengan kemampuannya.

0 komentar:

Posting Komentar