1. PARADIGMA BERMASYARAKAT
a. Pengertian Pancasila dan Paradigma
Pancasila adalah ideologi dasar bagi
negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan
dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Paradigma secara sederhana dapat
diartikan sebagai kerangka pikir untuk melihat suatu permasalahan. Istilah
paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut
Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan
bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma
adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi, Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang
membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan
membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan bagaimana
seseorang menanggapi realita itu. Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan
dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus
dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut
pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti
paradigma tersebut.
b. Pancasila sebagai paradigma
pembangunan
Untuk mencapai tujuan hidup bermasyarakat berbangsa dan
bernegara Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai
perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Secara filosofis
hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung
suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai pada sila-sila Pancasila.
Hal ini
sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia,
sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak
berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan
bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai
dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia
menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis
tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan
kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat
kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c.
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan
itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan
martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek
ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan
manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu
mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu,
pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan, artinya pancasila berisi anggapan-anggapan dasar yang merupakan
kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pemamfaatan hasil-hasil pembangunan nasional. Misalnya :
a.
Pembangunan tidak boleh bersifat pragmatis,
yaitu pembangunan itu tidak hanya mementingkan tindakan nyata dan mengabaikan
pertimbangan etis.
b.
Pembangunan tidak boleh bersifat
ideologis, yaitu secara mutlak
melayani Ideologi tertentu dan mengabaikan manusia nyata.
c.
Pembangunan harus menghormati HAM, yaitu
pembangunan tidak boleh mengorbankan manusia nyata melainkan menghormati harkat
dan martabat bangsa.
d.
Pembangunan dilaksanakan secara
demokratis, artinya melibatkan masyarakat sebagai tujuan pembangunan dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan mereka.
e.
Pembangunan diperioritaskan pada
penciptaan taraf minimum keadilan sosial, yaitu mengutamakan mereka yang paling
lemah untuk menghapuskan kemiskinan struktural.
Kemiskinan struktural, adalah kemiskinan yang timbul bukan akibat
malasnya individu atau warga Negara, melainkan diakibatkan dengan adanya
struktur-struktur sosial yang tidak adil.
·
Makna
Pembangunan Nasional
Adalah rangkaian upaya pembangunan
yang berkesinambungan yang meliputi aspek politik, ekonomi, soaial dan budaya,
dan Hankam untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam aline IV
Pembukaan UUD 1945.
·
Hakekat
Pembangunan Nasional
Adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia pada umumnya. Wujud manusia Indonesia seutuhnya adalah
manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas dan trampil,
berbudi luhur, berakhlak mulia, desiplin, sehat jasmani dan rohani, bertanggung
jawab, dan mampu membangun diri dalam rangka membangun bangsanya.
·
Tujuan
Pembangunan Nasional
Untuk mencapai tujuan nasional
sebagaimana yang termaktub dalam alinea ke-empat pembukaan UUD 1945 dalam
rangka mencapai masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur lahir dan batin berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam
wadah Negara kesatuan RI dan lingkup pergaulan internasional yang merdeka dan
berdaulat.
Tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945, adalah :
1.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2.
Memajukan kesejahteraan umum.
3.
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4.
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan, kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
c. Pancasila
dalam pembangunan
Bangsa Indonesia yang telah memilih Pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara perlu secara terus-menerus menyadari bahwa
Pancasila harus tetap menjadi moral perjuangan bangsa dalam mencapai
sasaran-sasaran pembangunan. Yang dibangun itu adalah manusia dengan berbagai
aspek kehidupannya termasuk pembangunan poleksosbudhankam tanpa harus mengorbankan
hak dasar manusianya (hidup, bebas, dan merdeka).
Pancasila bukan saja berperan sebagai alat ukur tentang baik
atau buruknya kebijaksanaan serta pelaksanaan pembangunan di semua bidang. Akan
tetapi, Pancasila sekaligus sebagai alat bagi pelaksanaan pembangunan melalui
pengamalan dan penghayatan nilai-nilai luhurnya. Dengan demikian, Pancasila
menjadi sumber inspirasi, penggerak dan pendorong dalam pembangunan, pengaruh
dan sumber cita-cita pembangunan, sumber ketahanan nasional dan pembimbing
moral semua pihak yang terkait dalam tingkatan operasional sampai unit terkecil
pada pembangunan nasional.
Pembangunan di Indonesia tidak akan memenuhi sasaran, jika
tidak didorong dan dituntun oleh Pancasila sebagai pandangan hidup yang di
dalamnya terkandung nilai-nilai yang luhur. Oleh sebab itu, watak dan moral
harus selalu berada di depan dan menjadi faktor utama dalam membimbing dan
memberi arah pada segala kemampuan dan potensi modal, akal pikiran, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dikerahkan dalam melaksanakan pembangunan.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan berarti Pancasila
harus dijadikan sebagai sumber nilai, asas dan kerangka pikir dalam menentukan
arah dan tujuan pembangunan nasional. Keberhasilan pelaksanaan pembanngunan
akan memiliki dampak dan tuntutan-tuntutan baru bagi kehidupan bangsa dan
negara. Faktor yang paling menentukan dalam upaya pembangunan adalah manusia
sebagai pelaksana dan bagian dari perwujudan rencana-rencana pembangunan.
Pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan harus selalu
diilhami dan dibimbing oleh moral Pancasila sebagai sistem nilai sampai pada
tingkat operasional unit terkecil dalam pembangunan nasional Indonesia. Karena
tujuan pembangunan itu adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia
(manusia Indonesia), sudah selayaknya program pembangunan itu dimusyawarahkan
(dibicarakan bersama) sesuai dengan keinginan bersama melalui badan musyawarah
(MPR, DPR). Pembangunan tidak hanya dapat dinikmati oleh kelompok/golongan
tertentu atau hanya di kota-kota besar saja, melainkan harus dinikmati pula
oleh rakyat kecil dan desa-desa yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara ini.
Tentunya diiringi dengan prioritas pembangunandi bidang kesejahteraan sosial,
politik, dan hukum atau sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat, baik di
kota maupun di desa.
Hal ini dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Jadi, dalam pembangunan nasional, harus ada keselarasan hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, antara sesama manusia, serta keselarasan antara cita-cita
hidup di dunia dan mengjar kebahagiaan akhirat. Pembangunan kehidupan manusia
dan masyarakat yang serba selaras adalah tujuan akhir dari pembangunan
nasional, yaitu mencapai “Masyarakat maju, adil, dan makmur berdasarkan
Pancasila”.
2. PARADIGMA BERBANGSA
a. Paradigma
Kehidupan Bangsa Indonesia
1.
Pancasila yang diamanatkan oleh
Pembukaan Undang-Undang Dasar Repu- blik Indonesia 1945 adalah dasar negara
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan cita
negara (staatsidee) sekaligus cita hukum (rechtsidee) bagi NKRI, berfungsi
konstitutif dan regulatif bagi kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan
bernegara. Segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI harus
bersumber dari Pancasila.
3.
Segala peraturan perundang-undangan dan
kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a)
Mengakomodasi kepentingan dan aspirasi
seluruh masyarakat, bukan untuk kepentingan orang perorang maupun kelompok
tertentu
b)
Berlandaskan nilai moral, adat-istiadat
dan hukum yang berlaku;
c)
Mencegah eksklusivisme kedaerahan
d)
Memperkokoh wawasan kebangsaan dan
persatuan Indonesia dalam NKRI
e)
Pengambilan keputusan dilaksanakan
secara musyawarah seluruh komponen bangsa untuk mencapai mufakat
f)
Mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan
lahir batin yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
kedaulatan ada di tangan rakyat. Rakyat memiliki hak untuk menyampaikan
aspirasinya, rakyat mematuhi segala ketentuan yang telah menjadi kesepakatan
bersama. Implementasi kedaulatan rakyat dan pelaksanaan hak asasi manusia tidak
bertentangan dengan prinsip dan nilai budaya bangsa.
5.
Pancasila adalah dasar falsafah
(filosofische grondslag), sebagaimana dikemukakan oleh Bung Karno pada tanggal
1 Juni 1945 di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Pancasila berisi konsep, prinsip dan nilai yang merupakan
kebenaran serta dijadikan landasan bagi kehidupan masyarakat dalam berbangsa
dan bernegara.
6.
Pancasila berisi konsep yang merupakan
kebenaran dan tidak terbantahkan. Konsep tersebut di antaranya bahwa :
a)
Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia
dan seluruh alam semesta dalam keadaan saling keterikatan dan ketergantungan.
b)
Tuhan menetapkan hukum yang ketat dalam
mengatur eksistensi, pertumbuhan dan perkembangan makhluk ciptaan-Nya. Di
antara makhluk ciptaan Tuhan, manusia didudukkan sebagai khalifatullah.
c)
Setiap makhluk diciptakan sesuai kodrat,
martabat dan harkat, serta dalam mengembangkan eksistensi dan kelestariannya
berjalan secara proporsional, dengan tetap memelihara keselarasan, keserasian
dan keseimbangan kehidupan secara harmonis.
d)
Tuhan menganugerahi manusia dengan
kemampuan dan kebebasan berfikir, berperasaan, berkemauan untuk berkarya dengan
penuh tanggung jawab.
7.
Pancasila mengandung prinsip
religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas, yang
menjadi jati diri bangsa dan dirumuskan dalam sila :
a)
Ketuhanan Yang Maha Esa
b)
Kemanusiaan yang adil dan beradab
c)
Persatuan Indonesia
d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
e)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pancasila sebagai wawasan nasional (national insight) bersifat
komprehensif dan sila-silanya saling menjiwai secara sinergik.
8.
Pancasila merupakan perwujudan suara
hati nurani rakyat Indonesia, yang juga merupakan dambaan dan tuntutan ummat
manusia pada umumnya, di antaranya:
a)
Kemerdekaan, bebas dari penjajahan, penindasan
dan eksploitasi oleh pihak asing.
b)
Bebas mengeluarkan pendapat, bebas dari
kemiskinan, bebas memeluk agama, dan bebas untuk merdeka dalam mewujudkan
kehidupan bersama yang lebih baik.
c)
Kesetaraan dalam kehidupan politik,
ekonomi, sosial budaya serta keamanan nasional.
d)
Pengakuan terhadap kehidupan
pluralistik, ditinjau dari segi etnisitas, suku, agama, bahasa, budaya,
adat-istiadat dan berbagai kepentingan.
9.
Pancasila menjadi pengikat atau ligatur
(cultural bond) dan wadah kemajemukan bangsa ditinjau dari segi kesukuan,
budaya, adat-istiadat, agama, aliran kepercayaan, dan kepentingan untuk
mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika.
10. Pancasila
memiliki konsep dasar kekeluargaan, kebersamaan dan persa- tuan, sehingga
menolak faham fundamentalistik dan radikalistik dari individual- isme,
liberalisme, kapitalisme, imperialisme, materialisme dan sebagainya.
11. Pancasila
merupakan ideologi nasional menjadi bintang pemandu atau Leitstern dalam
mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara, meliputi kehidupan politik, ekonomi,
sosial budaya serta keamanan nasional untuk :
a)
Mencapai cita-cita nasional yaitu negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dan
b)
Melaksanakan tugas negara yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
12. Pancasila
menjadi moral bangsa, pola fikir, pola sikap dan pola tindak warga negara
Republik Indonesia mencerminkan konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam
Pancasila, antara lain :
a)
Segala sikap dan perilaku warganegara
dilandasi prinsip mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b)
Setiap warganegara dapat mengendalikan
diri dalam menentukan sikap, tingkahlaku dan perbuatan yang mengutamakan
kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi atau golongan.
c)
Setiap warganegara merasa malu terhadap
sikap, tingkahlaku dan perbuatan yang tidak terpuji, berani mengakui kesalahan
sendiri serta mengakui kebenaran pihak lain.
d)
Bangsa Indonesia bertujuan mewujudkan
kebenaran, kebaikan dan keadilan secara jujur dan penuh tanggung jawab.
b.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan IPTEK
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat
dan martabatnya maka manusia mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK). IPTEK pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreatifitas rohani
manusia. Unsur jiwa (rohani) manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Akal
merupakan potensi rohaniah manusia yang berhubungan dengan intelektualitas, rasa
merupakan hubungan dalam bidang estetis dan kehendak berhubungan dengan
bidang moral (etika).
Atas dasar kreatifitas akalnya itulah maka manusia
mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan
yang Maha Esa. Oleh karena itu tujuan yang esensial dari IPTEK adalah
semata-mata untuk kesejahteraan umat manusia. Dalam masalah ini pancasila
telah memberikan dasar-dasar nilai bagi pengembangan IPTEK demi kesejahteraan
hidup manusia. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan
pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab dari sila-sila yang
tercantum dalam pancasila.
Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang
sistematis haruslah menjadi sistem etika dalam pengembangan IPTEK.
1.
Sila Ketuhanaan Yang Maha Esa.
Sila ini mengklomentasikan ilmu pengetahuan, menciptakan
sesuatu berdasarkan pertimbangan antara rasional dan irasional, antara
akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya
atau tidak. Sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagi pusatnya
melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya (T.Jacob,
1986).
Contoh perkembangan IPTEK dari sila ketuhanan yang maha esa
adalah ditemukannya teknologi transfer inti sel atau yang dikenal dengan
teknologi kloning yang dalam perkembangannya pun masih menuai kotroversi.
Persoalannya adalah terkait dengan adanya “intervensi penciptaan” yang
semestinya dilakukan oleh Tuhan YME. Bagi yang beragama muslim, pada surat
An-naazi’aat ayat 11-14 diisyaratkan adannya suatu perkembangan teknologi dalam
kehidupan manusia yang mengarahkan pada kehidupan kembali dari tulang belulang.
“apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang
yang hancur lumat?”, mereka berkata “kalau demikian itu adalah suatu
pengembalian yang merugikan”. Sesungguhnya pengembalian itu hanya satu kali
tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi”.
2.
Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab
Memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam
mengembangkan IPTEK haruslah bersifat beradab. IPTEK adalah sebagai hasil
budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu pengembangan IPTEK
harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan manusia. IPTEK bukan
untuk kesombongan, kecongkakan dan keserakahan manusia namun harus diabdikan
demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
3.
Sila Persatuan Indonesia
Mengklomentasikan universal dan internasionalisme
(kemanusiaan) dr sila-sila lain. Pengembangan IPTEK diarahkan demi
kesejahteraan umat manusia termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia.
Pengembangan IPTEK hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran
bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
4.
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Artinya mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis.
Artinya setiap orang haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK.
Selain itu dalam pengembangan IPTEK setiap orang juga harus menghormati dan
menghargai kebebasan oranglain dan harus memiliki sikap terbuka. Artinya
terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan
teori-teori lainnya.
Contoh dalam kasus ini adalah ketika santer beredar kabar
mengenai akan dibangunnya reaktor nuklir di Indonesia. Beramai-ramai seluruh aliansi
dari berbagi daerah memberikan pernyataan pro atau kontranya mereka terhadap
rencana pembangunan ini. Bahkan melalui jejaring sosial facebook muncul gerakan
TOLAK PEMBANGUNAN REAKTOR NUKLIR di
INDONESIA. Hal seperti inilah yang seharusnya menjadi bahan
permusyawarahan bagi para elit politik beserta rakyatnya sehingga
mencapai suatu kebijakan yang bijaksana demi kemaslahatan bangsa Indonesia
sendiri.
5.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Contoh dari sila kelima ini adalah ditemukannya varietas
bibit unggul padi Cilosari dari teknik radiasi. Penemuan ini adalah hasil buah
karya anak bangsa. Diharapkan dalam perkembangan swasembada pangan ini nantinya
akan mensejahterakan rakyat Indonesia dan memberikan rasa keadilan setelah ditingkatkannya
jumlah produksi sehingga pada perjalanannya rakyat dari berbagai golongan dapat
menikmati beras berkualitas dengan harga yang terjangkau.
c.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi
maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada
pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas
ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem
ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem
ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat
manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk
tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar
pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan
manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan
menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat
secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem
ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga
tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari
bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan
menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga
negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini
menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi
atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus
untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat yang harus mampu mewujudkan
perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat
(tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi
besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi,
usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi
nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah
koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit
pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu
mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan,
dan partisipatif. Dalam
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
d.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang
pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal
ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan
martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan
sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan
bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan
beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi
harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat
mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan
kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa
dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial
budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa
paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya
perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang
terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak
asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku
bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan
regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin
keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah
NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu
memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama,
bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan
tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di
Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
e.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan
sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila
bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari
manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik
Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik
demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus
dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya
adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada
pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia
dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral
kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga
menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik
diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita
bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila.
Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup
keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini,
implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga
(civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik,
agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial.
Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru
masyarakat informasi adalah:
·
Nilai toleransi
·
Nilai transparansi hukum dan kelembagaan
·
Nilai kejujuran dan komitmen (tindakan
sesuai dengan kata)
·
Bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama
dalam Astrid: 2000:3).
f.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara
Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya
oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara
keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah
mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan
keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh
warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah,
dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan
semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan
sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai
dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu)
memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela
negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah
diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002
tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan
hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI
telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga
kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
1.
Adanya perlindungan terhadap HAM,
2.
Adanya susunan ketatanegaraan negara
yang mendasar, dan
3.
Adanya pembagian dan pembatasan
tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di
dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari
UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang
demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya,
Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan
dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD termasuk
perubahannya, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus
mengacu pada dasar negara (sila - sila Pancasila dasar negara).
3. PARADIGMA BERNEGARA
a.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi
Ketika
gelombang gerakan reformasi melanda bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu
perubahan yaitu menata kembali kehidupan berbangsa, bernegara demi terwujudnya
masyarakan madani yang sejahtera. Para elit politik memanfaatkan gelombang
reformasi demi meraih kekuasaan, sehingga tidak mengherankan jika banyak
terjadi perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai
dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan yaitu antara lain
peristiwa amuk masa di Jakarta, tangerang, solo, jawa timur, Kalimantan serta
daerah lainnya.
Kondisi
ekonomi semakin memperihatinkan ironisnya kalangan elit politik serta para
pelaku politik lainnya seakan tidak bergeming dengan jeritan kemanusiaan
tersebut. Namun demikian dibalik berbagai macam keterpurukan bangsan Indonesia
masih tersisa satu keyakinan yaitu nilai-nilai yang berakar dari pandangan
hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi adalah
menata kehidupan bangsa dan Negara dalam suatu sistim Negara dibawah
nilai-nilai pancasila, buka menghancurkan dan membubarkan bangsa dan Negara
Indonesia. Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang
sering diteriakan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan
terhadap sumbernya itu sendiri oleh karna itu reformasi harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta
platform yang jelas dan bagi bngsa Indonesia nilai-nilai pancasila itulah yang
merupakan paradigm reformasi total tersebut.
1.
Gerakan
Reformasi
Pelaksanaan
GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia menghadapi bencana
hebat yaitu dampak kerisis ekonomi asia terutama asia tenggara sehingga
menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah terlebih lagi merajalelanya
praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pancasila yang seharusnya sebagai
sumber nilai dasar moral etik bagi Negara dan aparat pelaksana Negara, dalam
kenyataanya digunakan sebagai alat
Legitimasi politik, semua
kebijaksanaan dan tindakan penguasa meng atasnamakan Pancasila, bahkan kebijaksanaan
dan tindakan yang bertentangan diistilahkan sebagai pelaksanaan pancasila yang
murni dan konsekuen. Keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya
presiden soeharto tanggal 21 mei 1998 kemudian disusul dengan dilantiknya wakil
presiden prof.Dr.BJ.Habibie mengggantikan kedudukan presiden kemudian diikuti
dengan pembentukan cabinet reformasi pembangunan. Politik tahun 1985 kemudian
diikuti dengan reformasi ekonomi yang
menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu di wujudkan UU anti monopoli,
UU pesaingan sehat, UU kepailitan, UU usaha kecil, UU Bank Sentral, UU
perlindungan konsumen, UU perlindungan buruh dan lain sebagainya, ( Nopirin,
1998: 1 )
a.
Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Makna
reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata
reform yang secara harfiah bermakna suatu gerakan untuk mengformat ulang,
menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan
pada format pada bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan
rakyat ( Riswanda, 1998 ).
Oleh
kmarna itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai
berikut :
1.
Suatu gerakan reformasi dikerjakan
karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan orba banyak
terjadi suatu penyimpangan misalnyan asas kekeluargaan menjadi nepotisme,
kolusi dan korupsi. Yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD
1945 serta batang tubuh UUD 1945.
2.
Suatu gerakan reformasi dilakukan harus
dengan suatu cita-cita yang jelas tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai
ideology bangsa dan Negara Indonesia.
3.
Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan
berdasar pada suatu kerangka structural tertentu (dalam hal ini UUD ) sebagai
kerangka acuan reformasi.
4.
Reformasi dilakukan kearah suatu
perubahan kea rah kondisi serta keadaan yang lebih baik.
5.
Reformasi dilakukan dengan suatu dasar
moral dan etik sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta
terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa
b.
Pancasila sebagai Dasar Cita-cita
Reformasi
Pancasila
digunakan sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa sehingga kedudukan
pancasila sebagai sumber nilai dikabulkan dengan praktek kebijaksanaan
pelaksanaan penguasa Negara. Oleh karna itu gerakan reformasi harus tetap
diletakan dalam kerangka prospektif pancasila sebagai landasan dan cita-cita
ideologi ( Hamengkubuwono X, 1998 : 8 )
Pada
hakikatnya pancasila harus berdasarkan
nilai-nilai, secara rinci sebagai berikut :
1.
Reformasi yang berketuhanan yang maha
esa, yang berarti bahwa suatu gerakan kea rah perubahan harus mengarah peda
suatu kondisi yang lebih baik bagi
kehidupan manusia sebagai makhluk tuhan.
2.
Reformasi kemanusiaan yang adil dan
beradab, yeng berarti bahwa reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai
martabat manusia yang beradab.
3.
Semangat reformasi harus berdasarkan
pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus menjamin tetap tegaknya nagara
dan bangsa Indonesia.
4.
Semangat dan jiwa reformasi harus
berakar pada asas kerakyatan sebab justru permasalahan dasare gerakan reformasi
adalah pada pringsip kerakyatan.
5.
Fisi dasar reformasi harus jelas, yaitu
demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Pancasila
Sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum.
Dalam
Negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber
hukum positif yang dalam ilmu hukum tata
Negara disebut staatsfundamentalnorm dalam Negara Indonesia
staatsfundamentalnorm termasuk intinya tidak lain adalah pancasila. Maka
pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berfikir, sumber nilai, serta
sumber arah penyusunan dan perubahan hokum positif di Indonesia. Dalam
pengertian inilah maka pancasila berfungsi sebagai paradigm hukum terutama
dalam kaitannya dengan berbagai macam upaya perubahan hukum atau pancasila
harus merupakan paradigm dalam suatu pembaharuan hukum. Oleh karna itu agar
hokum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hokum harus
senantiasa diperbaharui agar actual atau keadaan serta kebutuhan masyarakat
yang dilayaninya dan dalam pembaharuan hokum yang terus menerus tersebut
pancasila harus tetap sebagai kerangka berfikir, sumber norma dan sumber
nilai-nilainya.
Sumber
hokum meliputi dua macam pengertian
1.
Sumber formal hokum yaitu sumber hokum ditinjau dari bentuk
dan tatacara penyusunan hukum yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya
UUD, Permen, Perda.
2.
Sumber Material Hukum, yaitu suatu
sumber hokum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum ( Darmodiharjo,
1996 : 206 ).
3. Yuridis Reformasi Hukum
Dalam
wacana reformasi hukum dewasa ini bermunculan bwrbagi pndapa yang pada taraf
tertentu Nampak hanya luapan emosional yang meninggalkan aspek
konsepsional.dalam uaya refoemasi hokum dewasa ini telah banyak dilontarkan berbagai macam
pendapat tenang aspekaasaja yank dapat dilakkan akan dilaukan dalam prubahan
hokum di Indonesia, bahkan telah banyak usulan untuk perlunya amandemen atau kalau perlu erbahan scara
meneluruhterhsdap pasal2 uud 1945. Hal ini berasarkan pada suatu knyataan bahwa
u 1945 beberapanpssal nyan dalam praktek penyelengaraan Negara berifat berwayuh
arti (ulti interpretebel ). Dan memberikan porsi kekuasaan yg sangat besar.
Presinden (Excekutif heavy) akibatnya hokum dalam Negara Republik Indonesia
diakui berdasarkan banyaknya spirasi yg berkembang. Cenderung terhadap adanya
amandemen terhadap pasal pasal UUD bkannya peubahan secara menyeluruh (Mahfud,
1999:56). Perubahan terhadap seluruh
Pasl UUD 1945 maka hal itu tidak akan menyangkut perubahan terhadap pembukaan UUD
1945, karena pembukaan UUD 1945 yang
berkedudukan sebaga pokok kaidah Negara yang fundamental, merupakan sumber
hokum positif, memuat pancasila sebagai dasar filsafat pancasila serta terlekat
pada kelangsungan hidup Negara proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh karena itu
perubahan terhadap UUD 1945 adalah suatu revolusi dan sama hal nya dengan
menghilangkan eksitensi bangsa dan Negara Indonesia atau dengan perkataan lain
sama hal nya dengan pembukaan Negara Indonesia.
Berdasarkan isi yang terkandung
dalam penjelasan UUD 1945 menciptakan pokok – pokok pikiran yg di jabarkan
dalam pasal – pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok – pokok pikiran tersebut
merupakan kebatinan dari UUD dan merupakan Cita – cita hokum dasar tidak
tertulis (konvensi). Oleh karena itu seluruh perubahan atau produk hokum di
Indonesia harus didasarkan pada pokok – pokok pikiran tersebut yang hakikatnya
merupakan cita – cita hokum dan merupakan esensi dari sila – sila pancasila.
Selain itu dasar Yuridis sebagai
paradigm reformasi hokum adalah Tap No. XX/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa
pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia yang berarti
sebagai sumber produk serta proses penegak hokum yang harus senantiasa
bersumber pada nilai – nilai pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan
peraturan perundang – undangan yg bersumber pada nilai – nilai pancasila.
4. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam suatu Negara betapa pun baik
nya suatu peraturan perundang – undangan namun tidak disertai dengan jaminan
pelaksanaan hokum yang baik niscaya hokum reformasi hokum akan menjadi sia –
sia belaka. Dalam era reformasi pelaksanaan hokum baru didasarkan pada suatu
nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasar nya untuk
mengembalikan hakikat dan fungsi Negara pada tujuan semula yaitu melindungi
seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikat nya
formal (sebagai Negara hokum moral) harus melindungi hk – hak warganya terutama
hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha
Esa (sila I dan II). Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia
adalah sebagai pengingkaran terhadap hak – hak dasar filosofi Negara.
Reformasi pada hakikatnya untuk
mengembalikan Negara pada kekuasaan rakyat (Sila ke IV). Negara adalah dari,
oleh dan untuk rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan Negara maka dalam
pelaksanaan hokum harus mengembalikan Negara pada supermasi hokum yang
didasarkan atas kekuasaan yang berada pada rakyat bukan pada kekuasaan
perseorang atau kelompok. pelaksanaan hokum pada masa reformasi ini harus benar
– benar dapat mewujudkan Negara demokrasi dengan suatu supermasi hokum. Artinya
pelaksanaan hokum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan
(Sila ke V). Dalam suatu Negara yaitu keseimbangan antara hak dan wajib bagi
setiap warga Negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etinitas maupun
agama. Setiap warga Negara bersama kedudukannya dimuka hokum dan pemerintah
(UUD Pasal 27).
5. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Politik
Landasan aksiologis (sumber nilai)
bagi system politik indosesia adalah sebagai mana terkandung dalam deklarasi
bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 Alenia IV yang berbunyi “…..maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu UUD 1945 Negara Indonesia
yang terbentuk dalam suatu sususan Negara republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan, serta dengan mewujudkan
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai
demokrasi politik sebagai mana dalam nilai yang terkandung dalam pancasila
sebagai fondasi bangunan Negara yang dikehendaki oleh para pendiri Negara kita
dalam kenyataan tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan
nilai - nilai tersebut dalam
realisasinya baik pada masa orde lama maupun orde baru Negara mengarah pada
praktek otoritarisme yang mengarah pada porsi kekuasaan yang terbesar pada
presiden.
Nilai
demokrasi politik tersebut secara normative terjabarkan dalam pasal UUD 1945
yaitu :
·
Pasal 1 ayat 2 menyatakan :
Kedaulatan
adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya majelis permusyawaratan rakyat
·
Pasal 2 ayat 2 menyatakan :
Majelis
pemusyawaratan rakyat terdiri atas anggota anggota dewan perwakilan rakyat,
ditambah dengan utusan – utusan dari daerah – daerah dan golongan – golongan,
menurut aturan yang di tetapkan UU.
·
Pasal 5 ayat 1 menyatakan :
Presiden
memegang kekuasaan membentuk UUD dengan persetujuan DPR
·
Pasal 6 ayat 2 menyatakan :
Presiden
dan wakil presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak.
Hal
ini bila mana di pahami secara harfiah akan menimbulkan interpretasi negative
oleh karena itu harus dipahami berdsarkan semangat dari UUD 1945 yang merupakan
eksensi pasal – pasal itu :
1.
Rakyat merupakan pemegang kedaulatan
tertinggi dalam Negara.
2.
Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya
oleh majelis pemusyawaratan rakyat.
3.
Presiden dan Wakil presiden dipilih oleh
Majelis Pemusyawaratan Rakyat dan karena nya harus tunduk dan bertanggung jawab
kepada majelis Majelis pemusyawaratan rakyat.
4.
Produk hokum apapun yang dihasilkan oleh
presiden, baik sendiri maupun bersama – sama lembaga lain, kekuatannya dibawah
Majelis pemusyawaratan rakyat ataupun produk – produknya.
Prinsip
– prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang
terkandung dalam pancasila maka kedaulatan tertinggi Negara adalah ditangan
rakyat. Rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan Negara. Oleh karena itu paradigm ini harus
merupakan dasar pijak dalam reformasi politik.
b. Pancasila Paradigma Kehidupan Kampus
Pancasila
sebagai paradigma kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan
Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pembangunan seperti tatanan
Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia.
Unsur jiwa manusia meliputi aspek
akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang
besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunan yang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai
tujuan seluruh mahasiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek
pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia
merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.
Implementasi nilai-
nilai Pancasila di kehidupan kampus
1.
Ketuhanan yang Maha Esa
·
Di dalam kampus fise jam-jam untuk
kuliah sudah diatur sedemikian rupa sehingga, jam kuliah tidak mengganggu jam
untuk beribadah.
·
Mahasiswa baru diwajibkan untuk
mengikuti pelatihan ESQ ( emotianal spiritual quetion )
·
Selain itu di universitas juga
terdapat UKM ( Unit Kegiatan Mahasiswa) yang menjadi
wadah berkumpulnya mahasiswa yang berbeda agama. Misalnya saja perkumpulan
mahasiswa Budha, Kristen Protestan, Katolik, Islam dan Hindu.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Mahasiswa terdiri dari berbagai
macam latarbelakang budaya agama, ras dan suku bangsa, tetapi dalam perbedaan
itu, mereka bersatu dalam kebersamaan. Di dalam tidak ada suatu pembedaan
antara orang per orang
3.
Makna Sila Persatuan Indonesia
Makna persatuan hakikatnya adalah
satu, yang artinya bulat tidak terpecah. Jika persatuan Indonesia dikaitkan
dengan pengertian modern sekarang ini, maka disebut nasionalisme. Nasionalisme
adalah perasaan satu sebagai suatu bangsa, satu dengan seluruh warga yang ada
dalam masyarakat.
Contoh dalam kampus melalui
organisasi kemahasiswaan mahasiswa membentuk suatu jaringan perkumpulan
mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia. Hal tersebut merupakan salah
satu bukti ada sikap dan upaya untuk menjalin rasa kebersamaan diantara para
mahasiswa sebagai bagian dari pemuda Indonesia.
4.
Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijakanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
Permusyawaratan diusahakan agar
dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang diambil secara bulat. Apabila pengambilan
keputusan secara bulat itu tidak bisa tercapai, baru diadakan pemungutan suara.
Kebijakan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan itu memang
bermanfaat bagi kepentingan orang banyak.
Contohnya di kampus baik dikalangan
dosen, senat, dan mahasiswa mereka menerapkan suatu kebiasaan untuk melakukan
musyawarah dan diskusi bersama terkait dengan berbagai hal. Dari hal ini
menunjukkan adanya penerapan sila ke-4 dalam Pancasila.
5.
Makna Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
Keadilan berarti adanya persamaan
dan saling menghargai karya orang lain. Jadi seorang itu bertindak adil apabila
orang memberikan sesuatu orang lain sesuai dengan haknya, misalnya
seseorang berhak memperoleh X, sedangkan ia menerima X, maka perbuatan itu adil.
Contohnya di kampus setiap mahasiswa
yang telah memenuhi syarat berhak untuk mengikuti ujian akhir semester dan
berhak memperoleh nilai sesuai dengan kemampuannya.