BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang Masalah
Pada
saat ini, dunia semakin maju dan berkembang dengan pesat sehingga semua nya
sudah menggunakan tekhnologi, terkadang semua kebutuhan sudah dapat dicari dan
ditemukan melalui media seperti internet, tetapi walaupun kita sudah berada di
era kemajuan zaman kita harus tetap berpegang teguh dengan pancasila karna
Negara kita ini memiliki 5 sila, dan semua itu sudah mencakup prinsip bernegara
dengan baik, tetapi walaupun kita tahu bahwa kita memiliki 5 sila diatas masih
saja kita lupa dan tidak menerapkan nya didalam kehidupan kita, karena kita
sudah terlalu dipengaruhi oleh kemajuan zaman atau kemajuan tekhnologi,
sehingga semuanya menjadi instan, dan Negara kita ini termasuk Negara hukum,
tetapi mengapa masih banyak yang melanggar hukum, apakah ini yang disebut
Negara hukum yang memiliki 5 sila diatas. Jadi penulis mengajak teman-teman
semua mulai sekarang mari kita sama-sama untuk menerapakan 5 sila dan mematuhi
praturan yang sesungguhnya didalam Negara yang kita cintai ini.
b.
Perumusan
Masalah
Dengan berkembangnya IPTEK, dengan
temuan-temuannya melaju pesat, mendasar, spektakuler. Iptek tidak lagi hanya
sebagai sarana kehidupan tetapi sekaligus sebagai kebutuhan kehidupan manusia.
Bersamaan dengan itu iptek telah menyentuh seluruh segi dan sendi kehidupan, dan
akan merombak budaya manusia secara intensif, sehingga pada suatu saat
teknologi dapat dikatakan sebagai bom waktu, karena lama kelamaan akan
menguasai kita.
c.
Tujuan
makalah
Membrikan pandangan
kepada para siswa, mahasiswa, dan kepada kita semua sehingga tidak mudah
terjerumus terhadap penyalah gunaan alat-alat tekhnologi pada masa sekarang
ini, yang mana sama-sama kita ketahui begitu sangat mudah kita dapat dimana
saja kapan saja.
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Pancasila
Ø Pengertian Pancasila secara Etimologis
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila “ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua macam arti secara leksikal yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila “ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca Syilla” dengan vokal i pendek yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.
Ø Pengertian Pancasila secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya
Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat
isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang
diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Ø Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
1.
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan IPTEK
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
dan peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia mengembangkan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). IPTEK pada hakikatnya merupakan suatu hasil
kreatifitas rohani manusia. Unsur jiwa (rohani) manusia meliputi akal, rasa dan
kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia yang berhubungan
dengan intelektualitas, rasa merupakan hubungan dalam bidang estetis dan
kehendak berhubungan dengan bidang moral (etika).
Atas dasar kreatifitas akalnya
itulah maka manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang
disediakan oleh Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu tujuan yang esensial dari
IPTEK adalah semata-mata untuk kesejahteraan umat manusia. Dalam masalah
ini pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai bagi pengembangan IPTEK demi
kesejahteraan hidup manusia. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia
harus didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab
dari sila-sila yang tercantum dalam pancasila.
Pancasila yang sila-silanya
merupakan suatu kesatuan yang sistematis haruslah menjadi sistem etika dalam
pengembangan IPTEK.
1.1.
Sila Ketuhanaan
Yang Maha Esa.
Sila ini mengklomentasikan ilmu
pengetahuan, menciptakan sesuatu berasarkan pertimbangan antara rasional
dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK
tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan
tetapi juga dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia
disekitarnya atau tidak. Sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan
sebagi pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang
diolahnya (T.Jacob, 1986).
Contoh perkembangan IPTEK dari sila
ketuhanan yang maha esa adalah ditemukannya teknologi transfer inti sel atau
yang dikenal dengan teknologi kloning yang dalam perkembangannya pun masih
menuai kotroversi. Persoalannya adalah terkait dengan adanya “intervensi
penciptaan” yang semestinya dilakukan oleh Tuhan YME. Bagi yang beragama
muslim, pada surat An-naazi’aat ayat 11-14 diisyaratkan adannya suatu
perkembangan teknologi dalam kehidupan manusia yang mengarahkan pada kehidupan
kembali dari tulang belulang. “apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami
telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?”, mereka berkata “kalau
demikian itu adalah suatu pengembalian yang merugikan”. Sesungguhnya
pengembalian itu hanya satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka
hidup kembali di permukaan bumi”.
1.2.
Sila Kemanusiaan
Yang Adil Dan Beradab
Memberikan dasar-dasar moralitas
bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK haruslah bersifat beradab. IPTEK adalah
sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu
pengembangan IPTEK harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan
manusia. IPTEK bukan untuk kesombongan, kecongkakan dan keserakahan manusia
namun harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
1.3.
Sila Persatuan
Indonesia
Mengklomentasikan universal dan
internasionalisme (kemanusiaan) dr sila-sila lain. Pengembangan IPTEK diarahkan
demi kesejahteraan umat manusia termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa
Indonesia. Pengembangan IPTEK hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme,
kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di
dunia.
Contohnya seperti lima website yang
telah mempermudah gerakan revolusi di abad 21 ini. Ada Wikileaks,
Facebook, Twitter, Blog, dan Video Sharing. Terkait dengan sila persatuan
Indonesia GERAKAN 100% CINTA INDONESIA dan Gerakan 1000000 facebookers Dukung
tetap bayar pajak adalah bentuk dari sekian banyaknya gerakan-gerakan social
network yang menpersatukan pemikiran bangsa Indonesia.
1.4.
Sila Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Artinya mendasari pengembangan IPTEK
secara demokratis. Artinya setiap orang haruslah memiliki kebebasan untuk
mengembangkan IPTEK. Selain itu dalam pengembangan IPTEK setiap orang juga
harus menghormati dan menghargai kebebasan oranglain dan harus memiliki sikap
terbuka. Artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan
dengan penemuan teori-teori lainnya.
Contoh dalam kasus ini adalah ketika
santer beredar kabar mengenai akan dibangunnya reaktor nuklir di Indonesia.
Beramai-ramai seluruh aliansi dari berbagi daerah memberikan pernyataan pro
atau kontranya mereka terhadap rencana pembangunan ini. Bahkan melalui jejaring
sosial facebook muncul gerakan TOLAK PEMBANGUNAN REAKTOR NUKLIR di INDONESIA.
Hal seperti inilah yang seharusnya menjadi bahan permusyawarahan bagi
para elit politik beserta rakyatnya sehingga mencapai suatu kebijakan yang
bijaksana demi kemaslahatan bangsa Indonesia sendiri.
1.5.
Sila Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Contoh dari sila kelima ini adalah
ditemukannya varietas bibit unggul padi Cilosari dari teknik radiasi. Penemuan
ini adalah hasil buah karya anak bangsa. Diharapkan dalam perkembangan
swasembada pangan ini nantinya akan mensejahterakan rakyat Indonesia dan
memberikan rasa keadilan setelah ditingkatkannya jumlah produksi sehingga pada
perjalanannya rakyat dari berbagai golongan dapat menikmati beras berkualitas
dengan harga yang terjangkau.
2.
Teknologi Sebagai
Bom Waktu
Kita ketahui bahwa sebenarnya sejak
dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Seseorang
menggunakan teknologi karena manusia berakal. Dengan akalnya ia ingin keluar
dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman dan sebagainya. Perkembangan
teknologi terjadi karena seseorang menggunakan akalnya dan akalnya untuk
menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya.
Pada satu sisi, perkembangan dunia
IPTEK yang demikian mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar
biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang
sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa
digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis, Demikian juga ditemukannya
formulasi-formulasi baru kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser
posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktifitas manusia.
Bagi masyarakat sekarang, iptek
dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada, bahkan memuja iptek sebagai
liberator yang akan membebaskan mereka dari kungkungan kefanaan dunia.
Iptek diyakini akan memberi umat manusia kesehatan, kebahagiaan dan
imortalitas. Sumbangan iptek terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia
tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia tidak bisa pula menipu diri akan
kenyataan bahwa iptek mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia.
Dalam peradaban modern yang muda, terlalu sering manusia terhenyak oleh disilusi
dari dampak negatif iptek terhadap kehidupan umat manusia. Teknologi dapat
dikatakan bom waktu, karena lama kelamaan kita akan menjadi budak dari
teknologi yang kita ciptakan sendiri. Contohnya, dengan ditemukannya robot yang
digunakan untuk membantu pekerjaan manusia, itu artinya robot tersebut dapat
menggantikan peran manusia dan mengurangi lapangan pekerjaan, karena pekerjan
yang biasanya dikerjakan oleh 2 orang atau lebih dapat dikerjakan oleh satu
robot yang sangat canggih. Akibatnya tugas-tugas kita akan diambil alih oleh
robot dan membuat kita semakin malas untuk bekerja. Selain itu dengan
berkembangnya teknologi membuat kita lupa waktu dan malas belajar karena kita
di manjakan oleh teknologi tersebut sehingga memnbuat kita kecanduan seperti
facebook, twiter, game online dan lain sebagainya. Dan masih banyak contoh lain
yang tidak bisa di pungkiri bahwa makin berkembangnya teknologi, makin buruk
perilaku manusia. Dan itu juga berarti teknologi sebagai bom waktu, yang bila
tepat saatnya, saat semua tidak terkendali akan membuat kita menjadi hancur dan
mungkin kita akan menjadi budak dari teknologi yang kita ciptakan sendiri.
2.1.
Gambar-Gambar
Yang Dapat Menunjukkan Kita Bahwa Kita Telah Diperbudak Oleh Teknologi
Dari gambar diatas dapat kita
simpulkan bahwa, teknologi telah merajalela di kehidupan kita, yaitu kita jadi
lupa waktu, malas belajar, bahkan teknologi sering menampilkan hal-hal yang
tidak sepantasnya di lihat oleh anak kecil, dan masih banyak contoh lainnya.
Oleh karena itu marilah kita sadari bahwa sewaktu-waktu teknologi dapat
menguasai kita dan menjadikan kita budak dari teknologi ciptaan kita sendiri.
2.2.
Analisis
Dari pembahasan diatas maka dapat
diambil pemahaman pancasila melalui kelima silanya secara universal dapat masuk
kedalam tatanan pembangunan Indonesia melalui perkembangan IPTEK. Pentingnya
keselerasan diantara keduanya menjanjikan hubungan yang harmonis dalam
membangun sebuah negara yang dicita-citakan. Namun, pada kenyataanya sangat
sulit untuk menyeimbangkan keduanya, karena sebagaimana kita ketahui bersama
masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural, tidak jarang di antara
mereka tidak memiliki etika dalam menggunakan teknologi. Hal tersebut sangat
tergantung kepada tingkah laku manusia. Tidak setiap tingkah laku itu
memberikan jaminan. Hanya tingkah laku tertentu saja yang dapat menjamin, yaitu
tingkah laku yang bertanggung jawab. Artinya, yang berdasarkan pada prinsip
keadilan, yakni melakukan perbuatan sebagai kewajiban atas hak yang layak bagi
seseorang menurut posisi, fungsi dan keberadaannya.
Peraturan perundangan, sebagai salah
satu teknik bernegara, harus mampu menghidupi warganya dalam suasana tenteram
damai, dan bahagia karena hal ini merupakan wujud ketentraman, kedamaian, dan
kebahagiaan negara itu sendiri. Apalah artinya kekayaan negara berlimpah, jika
warganya hidup menderita. Dengan demikian cara-cara dan teknologi pergaulan
sosial seharusnya berkiblat kepada kelima sila pancasila yang dapat dijadikan
pedoman dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai basis kebahagiaan.
Demikianlah, melaui filsafat ilmu
pengetahuan, teknologi perlu secara etis dipergunakan sesuai dengan
kedudukannya sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup yang fisis-material.
Karena itu, dengan teknologi, apa yang diharapkan manusia adalah kesempatan
untuk mengembangkan hidup dan kehidupan yang semakin menjadi layak bukan malah
kita dijadikan budak oleh teknologi yang kita ciptakan sendiri.
2.3.
Solusi
Dalam menyelesaikan masalah ini,
kita tidak dapat menyalahkan salah satu pihak saja, melainkan kita semua
memiliki andil yang cukup besar untuk bersama-sama menyelesaikan masalah ini.
Pemerintah Indonesia berupaya membangun negeri ini melalui beberapa cara, namun
dari situ pembangunan tidak dilaksanakan semena–mena.namun harus melihat sisi
pancasila. Agar sesuai dengan karakter kepribadian bangsa. Tentunya ini
bukanlah hal yang mudah melainkan juga harus dibantu oleh rakyatnya sendiri.
Sebagai warga Indonesia kita haruslah bisa bersikap membangun pola pikir kita
untuk bisa menerima pembangunan yang bersifat substansial. Dan itu memerlukan
kesabaran serta keterbukaan mind dari rakyatnya.
Pembangunan ini haruslah didukung
dan juga dilaksanakan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari agar
benar-benar terjadi kemajuan dan pengembangan yang progresif untuk negara dan
bangsa ini.
Tidak hanya pemerintah saja, tetapi
orang tua harus memperkenalkan balita dengan lingkungannya. Sekaligus
memperkenalkan lingkungan dunia teknologi kepadanya, seperti orangtua
memperkenalkan warna, bentuk, dan hubungan sosial.
Yang juga menjadi penting bagi
orangtua, adalah mengajarkan dan membiasakan balita untuk mengetahui adanya
perangkat teknologi komunikasi yang canggih. Pemahaman yang benar akan
mengantarkan mereka memasuki dunia teknologi secara sehat dan cerdas.
Memperkenalkannya secara bertahap, sesuai dengan pertumbuhan usia mereka, dan
tidak lupa untuk mendampingi saat anak menggunakan teknologi canggih. Melalui
pendampingan dan pembelajaran yang intensif, orangtua tidak menjadi makhluk asing
bahkan terasingkan bagi mereka kelak. Komunikasi merupakan sarana yang paling
efektif untuk saling belajar dan memahami pada perbedaan pandangan dalam
kehidupan mereka.
Dari pemaparan tersebut dapat
disimpulkan bahwa, masalah ini adalah masalah kita bersama. Oleh sebab itu,
kita harus saling bahu-membahu dalam menyelesaikan permasalahan ini.
BAB III
PANCASILA
SEBAGAI
a. Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila
dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada
nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan
pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II
Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan
menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang
menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk
pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar
pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai
totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus
dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada
kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila
adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi
Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu
menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk
lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan
kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma
pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara
pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia.
Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau
pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau
Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan,
politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan
rakyat yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan
bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang
telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang
lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang
mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama
pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang
sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan
program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih
mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan
akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil,
demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
b. Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat
manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya
dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia
biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita
menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia
secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia
harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan
terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia
sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan
demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan,
diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan
nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan
pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya
komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku
bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan
regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin
keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah
NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya
nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan,
sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
(1)
Sila
Pertama, menunjukan tidak satu pun
sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang
tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga
negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek
politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus
dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang
bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan
tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah
sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik
Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila).
Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral
daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut
sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan,
moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga
negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut
sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan
sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam
cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam
Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara
berurutan-terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan
sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan
sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti
sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan
masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai
asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna
industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral
baru masyarakat informasi adalah:
~ nilai toleransi;
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
d.
Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara
Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya
oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara
keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah
mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan
keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat
semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya,
serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total
terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan
sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak
dan kewajiban warga negara,
serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai
dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu)
memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela
negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah
diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002
tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan
hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI
telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga
kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
(1) adanya perlindungan terhadap
HAM,
(2) adanya susunan ketatanegaraan
negara yang mendasar, dan
(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
(2) adanya susunan ketatanegaraan
negara yang mendasar, dan
(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD termasuk
perubahannya, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus
mengacu pada dasar negara (sila - sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila
sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum
yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang
terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter
produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan
aspirasi rakyat).
BAB IV
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Kemajuan teknologi adalah sesuatu
yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi
akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Perkembangan teknologi
memang sangat diperlukan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat
positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara
baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi
masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang
telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun manusia tidak bisa menipu
diri sendiri akan kenyataan bahwa teknologi mendatangkan berbagai efek negatif
bagi manusia.
Oleh karena itu untuk mencegah atau
mengurangi akibat negatif kemajuan teknologi, pemerintah di suatu negara harus
membuat peraturan-peraturan atau melalui suatu konvensi internasional yang
harus dipatuhi oleh pengguna teknologi.
b.
Saran
Dengan kemajuan teknologi yang
sebagaiman yang kita rasakan pada saat ini membuat segala sesuatunya menjadi
terasa mudah dan dunia menjadi terasa begitu sempit, mulai dari sistim
komunikasi yang begitu canggih dan berbagai peralatan yang lainnya yang pada
saat ini sangat membantu dalam kehidupan kita oleh sebab itu marilah kita
pergunakan alat – alat teknologi yang telah ada ini dengan kebutuhan yang
sesungguhnya, guna kelangsungan hidup kita, keselamatan bumi dan anak cucu kita
nantinya.
BAB
VI
DAFTAR
PUSTAKA
1.
http://asmitagari.wordpress.com/2012/06/25/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan-iptek/
2.
http://www.empatpilarkebangsaan.web.id/pancasila-sebagai-paradigma